Kita sedang
berada di era baru, era industrialisasi digital dimana kegiatan industri
terintegrasi melalui penggunaan teknologi wireless dan big data secara massif. Saat ini berbagai
macam kebutuhan manusia telah banyak menerapkan dukungan internet dan dunia digital
sebagai wahana interaksi dan transaksi. Sharing
economy, e-education, e-government, cloud collaborative, marketplace, smart
city adalah wajah dunia saat
ini yang semakin kompleks, begitu cepat berubah, dan menantang sekaligus
mengancam. Laporan hasil kajian McKinsey (2019) terhadap dunia kerja Indonesia
menunjukkan bahwa lebih banyak pekerjaan baru yang tercipta pada tahun 2030
daripada pekerjaan yang hilang karena otomasi; antara 27-46 juta lapangan kerja
baru akan dapat diciptakan dan 10 juta diantaranya merupakan jenis pekerjaan
yang belum pernah ada sebelumnya. Keterampilan dalam teknologi, sosial
emosional dan berpikir tingkat tinggi seperi kreativitas dan penyelesaian
masalah merupakan keterampilan yang diperlukan pada era otomasi ini. Peluang
dan ancaman pada era ini perlu disikapi dengan tepat oleh dunia pendidikan.
Dunia pendidikan
perlu menyiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan abad 21 yang semakin
kompleks. Pendidikan tidak cukup hanya membekali peserta didik dengan pengetahuan
dan proses berpikir sederhana seperti yang dikenal selama ini, tetapi juga
perlu menyiapkan mereka untuk memiliki dan mampu mengembangkan kecakapan
esensial abad ini. Partnership
for 21st Century Skills berkolaborasi
menyusun kerangka pembelajaran abad 21 agar para pelajar sukses di abad digital
ini. Kerangka tersebut, seperti ditunjukkan pada Gambar 1, sering dijadikan
rujukan tidak hanya di Amerika tetapi juga di negara lain.
Kerangka
tersebut mendeskripsikan perpaduan antara keterampilan, pengetahuan, literasi,
dan keahlian yang harus dikuasai peserta didik agar sukses dalam berkarir dan
menjalani kehidupan di abad 21 ini. Setiap skil abad 21 tetap memerlukan
pengetahuan, pemahaman, penguasaan, dan pengembangan mata pelajaran inti, yakni
bahasa, seni, matematika, sain, ekonomi, geografi, sejarah, dan
kewarganegaraan. Jadi, peserta didik tidak hanya dituntut mampu berpikir kritis
dan berkomunikasi efektif namun tetap harus memiliki dasar pengetahuan dan
pemahaman terhadap mata pelajaran inti dengan benar.
Dalam konteks
pembelajaran dan penilaian abad 21, peserta didik harus mempelajari dan
menguasai esensial keterampilan antara lain berpikir kritis dan pemecahan
masalah; berpikir kreatif dan inovatif; dan berkolaborasi dan berkomunikasi
efektif. berpikir kritis dan pemecahan masalah; dan berpikir kreatif dan
inovatif merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Keterampilan
berpikir tingkat tinggi perlu dimiliki oleh setiap peserta didik agar dapat
berfungsi optimal sebagai individu dan anggota masyarakat yang kritis, mandiri,
dan produktif. Peserta didik yang memiliki keterampilan tingkat tinggi lebih
terbuka pada adanya berbagai perbedaan atau keragaman, tidak mudah menerima
suatu informasi tanpa bukti atau alasan yang berdasar, tidak mudah terpengaruh
atau terbawa arus, mereka mandiri dalam berpikir dan bertindak, dapat
membedakan hal yang penting dan prioritas sehingga dapat menghasilkan karya
nyata yang bermanfaat. Pada akhirnya keterampilan berpikir tingkat tinggi
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Pembelajaran dan
penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi pada hakikatnya merupakan
pembelajaran dan penilaian bermakna bukan sekadar menghapal karena pembelajaran
dan penilaian ini memungkinkan peserta didik untuk dapat : 1) mentransfer, menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimilikinya ke konteks yang baru atau
cara yang lebih kompleks; 2)
berpikir kritis, menerapkan pertimbangan yang bijaksana (wise judgement)
atau menghasilkan kritik yang berdasar (reasoned critique); 3) menyelesaikan masalah,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dalam kehidupannya.
Pembelajaran dan
penilaian dengan berbagai teknik dan instrumen yang memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif,
menyelesaikan masalah diyakini dapat meningkatkan dan mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Buku ini fokus pada pengembangan instumen
penilaian berpikir tingkat tinggi, khususnya dalam bentuk penilaian tertulis
Berpikir
merupakan suatu kegiatan mental yang terjadi ketika seseorang dihadapkan pada
situasi atau suatu permasalahan yang harus diselesaikan. Kegiatan mental atau
kegiatan berpikir yang terjadi dapat berbeda-beda tingkatannya tergantung pada
situasi atau kompleksitas masalah yang dihadapi. Suatu masalah mungkin dapat
diselesaikan dengan tingkat berpikir yang lebih rendah seperti mengingat dan
memahami. Masalah lain yang lebih kompleks memerlukan keterampilan berpikir
yang lebih tinggi, seperti menganalisis dan mengevaluasi.
Proses berpikir
dan klasifikasinya telah banyak dibahas para ahli. Klasifikasi atau taksonomi
yang paling dikenal dalam dunia pendidikan ialah Taksonomi Bloom. Taksonomi
tersebut digagas oleh Benyamin Bloom dan dipublikasikan bersama koleganya pada
tahun 1956. Setelah 40 tahun, Taksonomi tersebut direvisi, terutama oleh Lorin
Anderson dan David Krathwol dan dipublikasi tahun 2001. Dalam Taksonomi Bloom
yang direvisi tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu mengingat (remembering),
memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisis (analyzing),
mengevaluasi (evaluating), dan mengkreasi (creating).
Selengkapnya
download Panduan Penulisan Soal HOTS-Higher Order Thinking Skills disini
Post a Comment for "Buku Panduan Penulisan Soal HOTS"