Menindaklanjuti
arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar
Makarim telah menetapkan empat program pokok kebijakan pendidikan "Merdeka
Belajar".
Program
tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional
(UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) Zonasi.
"Empat
program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke
depan yang fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia," kata Nadiem.
Arah
kebijakan baru penyelenggaraan USBN, sambung Nadiem, pada tahun 2020 akan
diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian tersebut
dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes
tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti
portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).
"Dengan
itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa.
Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan
sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran," terang Nadiem.
Selanjutnya,
mengenai ujian UN, tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya.
"Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi
Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan
bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan
penguatan pendidikan karakter," jelas Nadiem.
Pelaksanaan
ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah
(misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk
memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis
seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. "Arah kebijakan ini juga mengacu
pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS," tutur
Nadiem.
Sedangkan
untuk penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan
menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru
tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan
mengembangkan format RPP.
Tiga
komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
asesmen. "Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru
memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses
pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup," jelas Nadiem.
Dalam
penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem
zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan
akses dan kualitas di berbagai daerah. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat
menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur
perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30
persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
"Daerah
berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi," ujar
Nadiem.
Nadiem
berharap pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan
akses dan kualitas pendidikan "Pemerataan akses dan kualitas pendidikan
perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti
redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru," pesan Nadiem.
Pada
kesempatan ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(Menko PMK) Muhadjir Effendy memberikan apresiasi kepada Mendikbud atas gagasan
"Merdeka Belajar". "Kami mendukung inisiatif Kemendikbud
mengangkat gagasan tersebut. Dengan kebijakan ini guru dapat lebih fokus pada
pembelajaran siswa dan siswa pun bisa lebih banyak belajar. Mari kita semua
bersikap terbuka dan optimis dalam menyongsong perubahan ini," kata
Muhadjir.
Tanggapi Gaji Guru Rp 300.000
Nadiem
menyampaikan kuliah umum pada acara Musyawarah Nasional ke-5 Ikatan Keluarga
Alumni UII pada 14 Desember 2019 lalu. Ia menyampaikan materi tentang
Pendidikan Berdaya Saing Global.
Pada
kesempatan tersebut, peserta menanyakan langsung ke Nadiem soal gaji guru
honorer yang hanya Rp 300.000 per 3 bulan.
"Banyak
keluhan dari guru-guru terutama honorer, mereka cuma dapat gaji Rp 300 ribu per
tiga bulan, bagaimana kita menuntut mereka memberikan yang terbaik buat murid,
kesejahteraan guru harus diperhatikan," tanya salah seorang peserta dalam
musyawarah tersebut.
Apa
jawaban Nadiem?
"Itu
kewenangan dari pemerintah daerah, dan dari pusat harus dirumuskan oleh
beberapa kementerian jadi mohon kesabaran," tegas Nadiem dalam sebuah
video resmi Kemendikbud yang dikutip Senin (16/12/2019).
"Sudah
jelas guru kita tak bisa merdeka kalau tidak sejahtera, tapi ada kompleksitas,
karena itu diangkat Kepala Sekolah. Sekolah punya pemda, dan ada dua jenjang,
Pemerintah daerah yang mengangkat PNS guru di daerah dan guru honorer diangkat
sekolah. Bayangkan ribetnya."
Belum
lagi, sambung Nadiem, SMA dan SMK itu milik pemerintah provinsi. Sedangkan
kewenangan pengelolaan SD dan SMP ada di pemerintahan daerah.
"Kerumitan
siapa yang harus membayar guru honorer ini harus dirumuskan dengan kerja sama
oleh berbagai macam pemda, pemerintah pusat, dan kementerian, tidak simpel
issue-nya."
"Itu
jadi salah satu prioritas utama saya, saya tidak bisa melakukan sesuatu saya
harus mengumpulkan berbagai macam instansi, mohon kesabaran."
Sumber
: https://www.cnbcindonesia.com/
Post a Comment for "Nadiem Menggebrak: Setop UN & Tanggapi Gaji Guru Rp 300.000"