Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
telah menyelenggarakan lomba menulis surat untuk Mendikbud, Nadiem Anwar
Makarim, dengan tema "Hikmah Hari Kemenangan di Masa Pandemi, Surat untuk
Mas Menteri Nadiem Makarim". Lomba yang diselenggarakan pada periode 11
s.d 17 Mei 2020 ini telah berakhir dengan lima surat terpilih dari 6.689 surat
yang diterima panitia.
Pada acara Cerita Inspiratif Guru dan Murid
bersama Mendikbud Nadiem Makarim, Mendikbud pun berkesempatan membacakan
langsung lima surat terinspiratif dari dua guru dan tiga siswa. Surat pertama
yang dibacakan oleh Mendikbud adalah surat dari Santi Kusuma Dewi.
“Salam hormat Mas menteri. Menjadi pahlawan
di antara para pahlawan tim medis pejuang Covid-19, tidaklah mudah. Sebagai
guru yang dikenal dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa, kita dibenturkan
dengan kenyataan yang sulit. Ramadan kali ini membuat manusia menjadi manusia
seutuhnya harus lebih sabar dan mengerti keadaan. Meyakinkan siswa-siswa didik
kita bahwa kita mampu membalikkan keadaan,” demikian penggalan surat dari Santi
yang dibacakan oleh Mendikbud.
Dalam surat tersebut, Santi menyampaikan
kepada Mendikbud bahwa selama Ramadan, Santi mengajarkan tentang arti berbagi
kepada peserta didiknya melalui penggalangan dana dengan memanfaatkan media
sosial. “Kami membuat akun Instagram dengan nama celengan rindu kita.
Menggerakkan kebaikan di hati setiap orang untuk membantu melalui donasi dengan
kekuatan media sosial. Mengajari mereka tentang arti berbagi dan peduli.
Kegiatan donasi ini tetap berjalan di tengah pandemi,” tulis Santi di dalam
suratnya.
Santi juga berpesan kepada Mendikbud agar jangan
lelah membawa perubahan untuk wajah pendidikan. “Anda tidak sendiri. Kami guru
siap membantu mewujudkan perubahan itu,” tulisnya.
Surat kedua yang dibacakan oleh Mendikbud
adalah surat dari Maria Yosephina Morukh. Dalam surat tersebut, Maria berbagi
pengalamannya dengan Mendikbud, bagaimana metode pembelajaran yang ditempuh
selama Covid-19. Mengingat kondisi daerah Kaenbaun berada di pedalaman dengan
fasilitas jaringan internet yang tidak stabil dan siaran pembelajaran melalui
TVRI tidak bisa dirasakan oleh semua murid.
“Semenjak adanya wabah pandemi Covid-19, saya kesulitan dalam
memberi tugas pembelajaran online kepada anak murid saya karena mereka tidak
memiliki handphone. Jangankan Android, Nokia Center saja tak punya. Tapi saya
tidak putus asa. Saya berusaha dengan semangat untuk membuat jadwal kunjungan
anak-anak dari rumah ke rumah,” tulis Maria.
Surat dari para siswa juga sangat menarik
perhatian Mendikbud. Surat pertama yang dibaca oleh Mendikbud adalah surat dari
Rivaldi R. Yampata, siswa kelas IV SD 016 Tanjung Redeb, Kabupaten Berau,
Kalimantan Timur. Dalam surat tersebut, Rivaldi menceritakan kepada Mendikbud
bagaimana dia belajar hingga harus tinggal di rumah gurunya selama Covid-19,
mengingat kondisi keluarganya yang tidak memiliki fasilitas pembelajaran
seperti gadget maupun internet untuk mengikuti pembelajaran.
“Tahun ini saya dititipkan Mama dengan
seorang guru yang sudah lama dikenal. Alhamdulillah selama saya di sini semua
tugas yang diberikan guru, bisa saya selesaikan dengan baik karena dibimbing
dengan kakak-kakak di rumah saya, Kak Abi dan Kak Tiara. Saya tidak punya HP
jadi kalau buat video belajar mereka berdua yang merekam. Saya diberi teks yang
harus saya hafalkan lalu mereka merekam saya melafalkan pelajaran itu misalnya
bacaan salat dan kosakata bahasa Inggris beserta artinya,” demikian sepenggal
surat yang ditulis Rivaldi untuk Mendikbud.
Surat selanjutnya yang dibaca oleh
Mendikbud adalah surat dari Alfiatus Sholehah, siswa kelas VB SDN Pademawu
Barat 1, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Alfiatus menyampaikan keinginannya
untuk segera bisa kembali ke sekolah, bertemu dengan seluruh teman dan gurunya
di sekolah.
“Bapak Menteri, saya dilahirkan dari
keluarga yang kurang mampu. Orang tua saya hanya buruh tani. Dengan adanya
corona, saya jadi bingung karena belajarnya harus pakai HP android. Sedangkan
saya tidak punya. Saya juga merasa kasihan karena ibu saya harus cari pinjaman
untuk membeli paket internet agar bisa belajar di rumah. Tapi saya ingin segera
masuk sekolah, ingin ketemu guru dan teman-teman saya. Apalagi sekarang bulan
Ramadan. Biasanya di sekolah diadakan kegiatan Pondok Ramadan. Tapi karena
corona semua itu tidak ada lagi,” disampaikan Alfiatus kepada Mendikbud.
Berbeda dengan Rivaldi dan Alfiatus, siswa
kelas IV SD YPPK Gembala Baik, Jayapura, Papua, Atrice G. Napitupulu, menulis
surat kepada Mendikbud yang menceritakan kesedihannya terhadap situasi
Covid-19. Meski nonmuslim, dia mengingat teman-teman muslimnya yang tidak bisa
mudik karena pandemi.
“Saya juga merasa kasihan sama
teman-temanku di komplek yang sedang berpuasa mereka tidak bisa mudik melihat
kakek nenek dan keluarganya tidak bisa salat bersama-sama di masjid. Itu semua
karena virus corona. Lebaran saya juga tidak bisa peta (pegangan tangan), makan
bakso, es buah, dan uang lebaran. Saya berharap virus corona cepat berlalu ya,
pak, supaya kita semua bisa bersuka cita dan bergembira. Salam hormat,” tulis
Atrice.
Kepada mereka, Mendikbud mengucapkan terima
kasih telah menulis surat dan tetap semangat di tengah Covid-19. “Terima kasih
untuk masih semangat di saat krisis seperti ini. Saya tahu belajar dari rumah
itu enggak mudah, sulit. Kadang-kadang membosankan, kadang-kadang merepotkan.
Tapi tolong tetap semangat, tetap bantu orang tua, tetap bantu kakak-adik. Dan
kita pasti akan melalui krisis ini bersama asal kita saling mencintai, asal
kita saling membantu. Kita kan bisa melalui krisis ini,” tutupnya.
Berikut surat-surat dari lima pemenang Lomba Menulis
Surat untuk Mendikbud. Ada dua guru dan tiga siswa Sekolah Dasar (SD) yang
suratnya terpilih sebagai surat paling inspiratif.
GURU
MURID
Post a Comment for "Mendikbud Membacakan Surat Paling Inspiratif dari Guru dan Murid"