
Akreditasi sekolah/madrasah adalah proses penilaian secara
komprehensif terhadap kelayakan satuan atau program pendidikan, sebagai bentuk
pengakuan atas penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan. Dalam rangka
mewujudkan akuntabilitas pelaksanaan akreditasi dan untuk menjamin mutu satuan
pendidikan secara berkelanjutan, Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah
(BAN-S/M) tahun 2020 telah melakukan reformasi sistem akreditasi. Menurut Ketua
BAN-S/M Toni Toharudin, penting bagi BAN S/M mengevaluasi diri setelah 20 tahun
akreditasi berjalan sehingga reformasi sistem akreditasi menjadi kebutuhan.
Salah satu agenda reformasi yang telah dilakukan adalah dengan pengembangan
Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan yang lebih dikenal dengan istilah
IASP-2020. IASP-2020 dirancang dalam upaya menjawab dinamika perubahan di
bidang pendidikan yang mengalami perubahan pesat, dan yang tidak kalah penting
adalah sebagai jawaban atas kritik masyarakat yang menilai Instrumen Akreditasi
selama ini sangat administratif dan belum menyentuh ke akar masalah yang
dihadapi oleh sekolah/madrasah. IASP-2020 yang mulai diberlakukan pada tahun
2020 ini dikembangkan dengan menitikberatkan penilaian pada 4 (empat) komponen
penilaiann yaitu Mutu Lulusan, Proses Pembelajaran, Mutu Guru, dan Manajemen
Sekolah/Madrasah. Perubahan ini juga menandai adanya pergeseran paradigma
(shifting paradigm) dalam akreditasi dari penilaian administrasi (compliance) menuju penilaian berbasis kinerja (performance).
Dengan pemberlakuan IASP-2020, maka tahun ini merupakan kali
pertama bagi sekolah/madrasah mengikuti akreditasi dengan instrumen yang baru.
Sehubungan dengan masa transisi dalam pelaksanaan akreditasi, dan dalam rangka
penyesuaian/adaptasi dengan situasi pandemi COVID-19, BAN-S/M pada tahun 2020
menetapkan kebijakan akreditasi hanya untuk 5,018 sekolah/madrasah yang terdiri
atas 4,017 sekolah/madrasah dan 201 Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK).
“Hasil akreditasi tahun 2020 dengan instrumen baru menunjukkan tidak banyak
perbedaan dengan hasil akreditasi tahun sebelumnya. Jumlah Sekolah/Madrasah
dengan peringkat B tetap lebih dominan, ” Ujar Toni Toharudin Ketua BAN-S/M
dalam konferensi pers yang digelar secara daring di Jakarta, Selasa (22/12).
Berdasarkan data, hasil akreditasi sekolah/madrasah tahun 2020 menunjukkan
peringkat A 23,45%; peringkat B 49,56%, peringkat C 23,89%, dan Tidak
Terakreditasi (TT) sebesar 3.08%. Berdasarkan perbandingan nilai
akreditasi sekolah/madrasah tahun 2020 dengan hasil akreditasi sebelumnya
ketika masih menggunakan instrumen akerditasi yang lama, secara nasional
sebanyak 59,29% sekolah/madrasah berada pada peringkat (posisi) tetap, 12,98%
sekolah/madrasah mengalami kenaikan peringkat, dan 27,73% sekolah/madrasah
mengalami penurunan peringkat.
Selanjutnya, Toni Toharudin juga menyampaikan bahwa ke depan
akreditasi akan dilakukan dengan menggunakan dashboard monitoring sebagai
implementasi otomasi akreditasi. Harapannya, dengan sistem dashboard monitoring
akreditasi dapat dilakukan secara otomatis.“ujar Toni. Dashboard Monitoring
System memegang peranan penting sebab sistem ini mampu mendeteksi kinerja
sekolah/madrasah dengan memanfaatkan data dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik)
milik Kemendikbud, Education Management Information System (Emis) milik
Kementerian Agama, serta data Asesmen Kompetensi Minimal, Survei Karakter dan
Survei Lingkungan Belajar yang terpadu dalam Asesmen Nasional.
Sekolah/madrasah yang menunjukkan adanya indikasi penurunan kinerja akan
dilakukan visitasi, begitupun dengan sekolah/madrasah yang memiliki peningkatan
kinerja dan ingin menaikan peringkat akreditasinya juga akan dilakukan visitasi
dan sekolah/madrasah lainnya akan diperpanjang secara otomatis. BAN-S/M juga
akan memberlakukan mekanisme penerimaan laporan/aduan dari masyarakat terkait
kinerja sekolah/madrasah. Masyarakat dapat memberikan data dan informasi kepada
BAN-S/M jika ada satuan pendidikan tidak lagi menunjukkan kualitas kinerjanya
secara baik (misalnya akibat adanya kasus kekerasan, tawuran dll).
Peran asesor juga tidak kalah penting dalam memberikan
penilaian. Asesor diharapkan dengan jujur memberikan penilaian berdasarkan
kondisi nyata yang ada di lapangan. BAN-S/M sendiri terus melakukan pelatihan
kepada asesor untuk nantinya siap turun ke lapangan. “Kami juga melakukan
filterisasi kepada para asesor untuk memberikan asesor yang berkualitas dan
kami juga terus melakukan pelatihan kepada para asesor,” imbuh Toni.
Menanggapi permasalahan akreditasi pada sekolah di daerah
terluar, tertinggal, terdepan (3T), BAN S/M tengah mengkaji instrumen untuk
akreditasi pada daerah tersebut. Toni mengungkapkan, pihaknya masih mengkaji
kriteria untuk mengakreditasi sekolah di daerah 3T.
Karakteristik SPK Patut Diperhatikan dalam
Sistem Akreditasi BAN-S/M
Pada kesempatan yang sama, BAN S/M menjelaskan mengenai
sistem akreditasi yang dilakukan pada Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK). Salah
satu anggota BAN S/M, Capri Anjaya mengungkapkan bahwa instrumen akreditasi
pada sekolah berstastus SPK berbeda dengan sekolah Nasional. Ia menjelaskan,
sesuai dengan Peraturan Mendikbud No. 31 Tahun 2014, SPK memiliki sistem
akreditasi yang berbeda dengan Sekolah Nasional. Oleh sebab itu, sistem
akreditasi yang akan disempurnakan BAN S/M patut mengakomodir karakteristik
SPK.
SPK merupakan sekolah formal maupun nonformal yang dikelola
oleh Lembaga Pendidikan Indonesia (LPI) dan Lembaga Pendidikan Asing (LPA).
Salah satu ketentuan izin operasional SPK adalah harus memiliki kerja sama
dengan LPA yang sudah diakui dan terakreditasi di negara asalnya. “Salah satu
hambatan sekolah untuk mendapatkan status SPK adalah bekerja sama dengan LPA
yang legal dan sudah terakreditasi,” lanjut Capri.
Capri Anjaya menerangkan bahwa kurikulum yang diberlakukan
oleh SPK merupakan kurikulum asing. Ada beberapa kurikulum nasional yang wajib
diajarkan pada sekolah tersebut, di antaranya Bahasa Indonesia,
Kewarganegaraan, dan Pendidikan Agama.
Badan Akreditasi Nasional Siapkan Sistem Baru dalam
Manajemen Akreditasi
Badan Akreditasi Nasional-Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) mereformasi
kualitas manajemen sistem akreditasi sekolah/madrasah. Perubahan atau reformasi
yang dilakukan oleh BAN S/M mencakup pada level mendasar yaitu merancang sistem
baru yang responsif terhadap digitalisasi. Harapannya, dengan sistem dashboard monitoring secara otomatis dapat memberi notifikasi jika ada
sekolah/madrasah yang kualitasnya menurun dengan sistem peringatan
terkomputerisasi.
Ketua Badan Akreditasi Nasional/Sekolah dan Madrasah
(BAN/S-M), Toni Toharudin mengatakan, jumlah sekolah yang terakreditasi di
Indonesia semakin banyak. Begitupun sekolah dengan status A dan B yang makin
meningkat kuantitasnya. “Kami telah melakukan akreditasi sebayak kurang lebih
5.000 sekolah pada tahun 2020 ini,” ujar Toni dalam konferensi pers yang
digelar secara daring di Jakarta, Selasa (22/12).
Toni menjelaskan, ada tiga sasaran akreditasi yaitu adanya
indikasi penurunan kinerja menurut dashboard, sekolah/madrasah
ingin meningkatkan status akreditasi, dan laporan masyarakat yang
terverifikasi. Namun, karena dashboard mendapatkan
data berjenis sekunder yang berasal dari basis data kementerian yang
terintegrasi, dashboard baru akan efektif jika data memiliki integritas.
Adapun data yang dimaksud adalah Data Pokok Pendidikan
(Dapodik) milik Kemendikbud, Education Management
Information System (Emis) milik Kementerian Agama, serta data Asesmen
Kompetensi Minimal, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar yang terpadu
dalam Asesmen Nasional.
Pada sistem penetapan akreditasi sekolah/madrasah, peran
asesor juga tidak kalah penting dalam memberikan penilaian. Asesor diharapkan
dengan jujur memberikan penilaian berdasarkan kondisi nyata yang ada di
lapangan. BAN-S/M sendiri terus melakukan pelatihan kepada asesor untuk
nantinya siap turun ke lapangan. “Kami juga melakukan filterisasi kepada para
asesor untuk memberikan asesor yang berkualitas dan kami juga terus melakukan
pelatihan kepada para asesor,” imbuhnya.
Menanggapi permasalahan akreditasi pada sekolah di daerah 3T,
BAN-S/M tengah mengkaji instrumen untuk akreditasi pada daerah tersebut. Toni
mengungkapkan, pihaknya masih mengkaji kriteria untuk mengakreditasi sekolah di
daerah 3T.
Dalam kesempatan tersebut, Toni Toharudin menyampaikan, penting
bagi BAN-S/M mengevaluasi diri setelah 20 tahun akreditasi berjalan. Hal ini
dikarenakan akreditasi satuan pendidikan merupakan salah satu bagian penting
transformasi pendidikan yang menyeluruh. Oleh karena itu, penting untuk
memastikan perubahan berjalan akuntabel dan partisipatif.
Salah satu cara yang dilakukan oleh BAN-S/M dalam
mengevaluasi diri adalah dengan benchmarking kepada akreditasi
di negara-negara lain untuk menilai efektivitas akreditasi yang sudah
dijalankan. “Walau kuota akreditasi memang ada constraint dari APBN sehingga tidak semua kuotanya bisa terpenuhi.
Maka, ada backlog dari tahun ke tahun, misalnya sekolah/madrasah yang sudah
habis masa akreditasinya belum bisa terjangkau,” jelas Toni menceritakan
hambatan yang dihadapi dalam akreditasi.
Pada kesempatan yang sama, Anggota BAN-S/M Capri Anjaya
menjelaskan mengenai sistem akreditasi yang dilakukan pada Satuan Pendidikan
Kerja Sama (SPK). Capri mengungkapkan, instrumen akreditasi pada sekolah
berstastus SPK berbeda dengan sekolah Nasional. Ia menjelaskan, sesuai dengan
Peraturan Mendikbud No. 31 Tahun 2014, SPK memiliki sistem akreditasi yang
berbeda dengan sekolah nasional. Oleh sebab itu, sistem akreditasi yang akan
disempurnakan BAN-S/M, patut mengakomodasi karakteristik SPK.
SPK merupakan sekolah formal maupun nonformal yang dikelola
oleh Lembaga Pendidikan Indonesia (LPI) dan Lembaga Pendidikan Asing (LPA).
Salah satu ketentuan izin operasional SPK adalah harus memiliki kerja sama
dengan LPA yang sudah diakui dan terakreditasi di negara asalnya. “Salah satu
hambatan sekolah untuk mendapatkan status SPK adalah bekerja sama dengan LPA
yang legal dan sudah terakreditasi,” lanjut Capri.
Capri Anjaya menerangkan bahwa kurikulum yang diberlakukan
oleh SPK merupakan kurikulum asing. Namun begitu, terdapat beberapa kurikulum
nasional yang wajib diajarkan pada sekolah tersebut. Di antaranya adalah Bahasa
Indonesia, Kewarganegaraan, dan Pendidikan Agama.

Post a Comment for "Badan Akreditasi Nasional Siapkan Sistem Baru dalam Manajemen Akreditasi"