Upaya meningkatkan
kualitas pendidikan harus dibarengi dengan mewujudkan lingkungan pendidikan
yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa
hingga saat ini, kasus tindakan kekerasan, termasuk kekerasan seksual masih
kerap terjadi di satuan pendidikan.
Menyikapi kenyataan tersebut, Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka),
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
Rusprita Putri Utami menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen kuat untuk
menghapuskan kekerasan seksual tersebut.
“Hal ini penting mengingat dampak negatif kekerasan seksual dapat bersifat
jangka panjang dan memengaruhi proses belajar serta aktualisasi diri dari
peserta didik,” ujarnya di Jakarta, Rabu (18/1).
Berdasarkan laporan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Rapat
Kerja Bersama Komisi III DPR RI pada Senin (16/1) menyebut bahwa permohonan
perlindungan kasus kekerasan terhadap anak meningkat sebesar 25,82 persen.
Tahun 2021, terdapat temuan 426 kasus dan meningkat pada tahun 2022 menjadi 536
kasus.
Pada tahun 2020, terdapat 88 persen kasus kekerasan seksual yang diadukan ke
Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang terjadi di lingkungan satuan
pendidikan. Berdasarkan laporan yang diadukan ke Komnas Perempuan tahun 2015
hingga 2020, 27 persen kasus kekerasan seksual terjadi pada jenjang perguruan
tinggi.
Rusprita lebih lanjut menjelaskan, Kemendikbudristek telah mengambil langkah
strategis dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual khususnya
di lingkungan perguruan tinggi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan
Tinggi.
Untuk mempercepat implementasi Permendikbudristek dimaksud, telah disusun
Pedoman Pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 melalui
Peraturan Sekretaris Jenderal tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang bisa diakses di https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/peraturan/.
Pedoman tersebut memuat penjelasan prinsip-prinsip pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual, panduan pencegahan, panduan teknis pemilihan panitia seleksi
(pansel) dan satuan tugas (satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,
borang isian penanganan kekerasan seksual, dan instrumen evaluasi pelaksanaan
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
“Dari pemantauan yang
dilakukan, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi ini cukup efektif
dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Terbukti, setelah diterbitkannya Permendikbudristek ini, para korban kekerasan
seksual berani berbicara dan melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami,
dan beberapa pelaku yang terbukti bersalah telah mendapatkan sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan,” ungkap Rusprita.
Puspeka juga telah mengembangkan modul pembelajaran Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual (PPKS) sebagai upaya peningkatan kapasitas mengenai kekerasan
seksual, khususnya di lingkungan perguruan tinggi.
Modul tersebut dapat diakses melalui learning management system (LMS) perguruan
tinggi oleh mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan. Apabila perguruan tinggi
belum memiliki LMS, modul tersebut dapat diakses melalui Sistem Pembelajaran
Daring Indonesia (SPADA) Indonesia melalui https://spada.kemdikbud.go.id.
Selain Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, pemerintah juga telah
mengeluarkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Ada pula laman
https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/ yang memuat berbagai
informasi edukatif terkait PPKS, dan media sosial Cerdas Berkarakter Kemdikbud
RI yang menyediakan berbagai materi edukasi PPKS yang dapat dimanfaatkan
oleh satuan pendidikan, termasuk perguruan tinggi, serta masyarakat umum.
Kolaborasi Pemangku
Kepentingan
Lebih lanjut, Rusprita menekankan bahwa upaya memerangi kekerasan seksual di
lingkungan pendidikan tidak bisa hanya dilakukan oleh Kemendikbudristek saja,
melainkan, perlu melibatkan para pemangku kepentingan terkait di lapangan.
“Kekerasan seksual merupakan kekerasan yang paling berdampak bagi korban tetapi
paling sulit dibuktikan, sehingga tidak dapat dipandang sebelah mata. Kekerasan
seksual menjadi salah satu fokus komitmen Kemendikbudristek dan tentu ini
menjadi pekerjaan besar kita bersama,” ujar Rusprita.
Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi memerangi
kekerasan seksual sebagaimana kampanye #GerakBersama #HapuskanKekerasanSeksual.
Tujuannya menciptakan ruang yang aman bagi seluruh warga di lingkungan satuan
pendidikan. Salah satunya adalah dengan menciptakan ekosistem pendidikan yang
merdeka dari kekerasan dalam bentuk apapun.
“Perjuangan menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang aman dari kekerasan,
termasuk kekerasan seksual, membutuhkan gotong-royong semua pihak. Pemerintah
daerah, khususnya dinas pendidikan, pemimpin satuan pendidikan, pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali, masyarakat umum, serta kementerian/lembaga
terkait, semua memiliki peran dan tanggung jawab untuk penghapusan kekerasan
seksual di lingkungan satuan pendidikan,” pungkas Rusprita. (Denty/Editor: Aline)
Post a Comment for "Kemendikbudristek Pertegas Komitmen Menghapus Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan "