Penyesuaian SKB Empat Menteri memberikan
penyesuaian bagi daerah di zona kuning untuk membuka kembali satuan pendidikan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbud, Ainun Na’im dalam pertemuan
telekonferensi mengungkapkan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah
daerah.
“Keputusan tetap ada di
pemerintah daerah, kepala sekolah, komite sekolah dan orang tua. Namun hal ini
bukan merupakan kewajiban atau paksaan melainkan pilihan. Tentu berbagai
prosedur dan protokol kesehatan harus tetap dijaga dan sekolah harus
melaksanakan persiapan sehingga kesehatan siswa tetap terjaga. Kami meminta
pemerintah daerah untuk mengawasi bagaimana perjalanan siswa dari rumah ke
sekolah, proses pembelajaran di kelas dan jumlah siswa di kelas,” ujar Ainun di
Jakarta pada Senin (10/8).
Dengan adanya kebijakan
relaksasi ini maka diharapkan 43 persen peserta didik dan pendidik yang saat
ini berada di zona kuning dan hijau bisa memulai pembelajaran tatap muka. Namun
untuk peserta didik dan pendidik yang berada di zona oranye dan merah harus
tetap melaksanakan pembelajaran dari rumah.
Khusus bagi peserta didik pada
jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), lanjut Ainun, yang memerlukan
pembelajaran praktik maka diizinkan untuk datang ke sekolah dengan tetap
menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Pembukaan kembali satuan
pendidikan untuk pelaksanaan tatap muka harus dilakukan secara bertahap. Untuk
satuan pendidikan umum dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan SMK, tatap muka dilaksanakan dengan jumlah peserta didik
sebanyak 30-50 persen dari kapasitas kelas. Sementara itu untuk Sekolah Luar
Biasa (SLB) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)/Taman Kanak-kanak (TK) jumlah
maksimal di dalam satu kelas sebanyak 5 peserta didik.
Untuk Madrasah dan sekolah
berasrama di zona hijau dan zona kuning dapat membuka asrama dan melakukan
pembelajaran tatap muka sejak masa transisi. Kapasitas asrama dengan jumlah
peserta didik kurang dari atau sama dengan 100 orang pada masa transisi bulan
pertama adalah 50 persen, bulan kedua 100 persen, kemudian terus dilanjutkan 100
persen pada masa kebiasaan baru. Untuk kapasitas asrama dengan jumlah peserta
didik lebih dari 100 orang, pada masa transisi bulan pertama 25 persen, dan
bulan kedua 50 persen, kemudian memasuki masa kebiasaan baru pada bulan ketiga
75 persen, dan bulan keempat 100 persen.
Ainun menuturkan bahwa
pengawasan yang ketat, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
satuan tugas penanganan Covid-19 akan terus dilaksanakan guna memantau
perkembangan implementasi kebijakan ini.
“Kemendikbud, Kemendagri,
Kemenag dan Kemenkes serta Satuan Tugas Penanganan Penyebaran Covid-19 akan
terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Jika ada indikasi tidak
aman atau zonanya berubah warna maka sekolah tersebut wajib ditutup,” tegas
Ainun.
Kurikulum Khusus di Masa
Darurat
Bersamaan dengan dikeluarkannya
Penyesuaian SKB Empat Menteri, Kemendikbud juga meluncurkan kurikulum khusus
untuk pembelajaran di masa darurat.
Kepala Badan Penelitian,
Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbud, Totok Suprayitno
mengungkapkan bahwa berdasarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020
tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19
telah disebutkan bahwa penuntasan kurikulum tidak diwajibkan.
“Beberapa sekolah yang
sebenarnya sudah mengimplementasikan kurikulum mandiri melalui pengurangan dan
hanya mengambil materi yang esensial. Inilah yang kami lakukan dalam kurikulum
khusus ini. Namun ini bukan paksaan melainkan pilihan. Jadi ada tiga pilihan
yang bisa diambil yaitu mengikuti kurikulum biasa atau kurikulum khusus atau
kurikulum mandiri,” jelas Totok.
Untuk mengurangi risiko
hilangnya pengalaman belajar, Kemendikbud juga meluncurkan modul. Kebijakan ini
dikeluarkan berdasarkan survei di mana peserta didik jenjang bawah kesulitan
belajar mandiri melalui buku teks. Materi dalam bentuk modul ini mudah dipahami
karena berbasis kegiatan. Modul ini disiapkan bagi peserta didik, pendidik dan
orang tua agar masing-masing memiliki acuan terutama bagi para orang tua agar
tidak mengalami kebingungan dalam mendampingi anak-anak mereka.
Selanjutnya, Totok menerangkan
bahwa kegiatan yang terdapat di dalam modul merupakan kegiatan sehari-hari seperti
memasak atau berkebun. Totok mempersilakan orang tua untuk mengembangkan
kegiatan berdasarkan keseharian yang terinspirasi dari modul tersebut.
Para pendidik, lanjut Totok,
perlu melakukan asesmen diagnostik terhadap setiap peserta didik karena capaian
setiap anak berbeda. Selain itu ada kesenjangan yang disebabkan beberapa
faktor. “Ada anak yang mengalami kesulitan konektivitas, tidak didampingi
orang tua, perbedaan status sosial, dan sebagainya. Oleh karena itu ada risiko
anak itu tertinggal. Instrumen asesmen sudah kami sediakan tetapi jika guru mau
membuat instrumen sendiri, kami persilakan,” pungkasnya.
Sumber: kemdikbud.go.id
Post a Comment for "Belajar Tatap Muka di Zona Hijau dan Kuning Wajib Patuhi Protokol Ketat"