"Pak, apakah semua orang akan
mati? Jika ya, bagaimana jika nanti Bapak mati, siapa yang akan ajar kita
orang?", tanya salah seorang siswa Papua kepada gurunya, Ayub. Pertanyaan
tersebut terlontar dari murid Ayub dalam perjalanan mereka melayat orang
meninggal di seberang pulau dengan menggunakan perahu. Bagi Ayub, pertanyaan
itu menjadi kenangan yang paling meninggalkan kesan dan semakin menguatkan
hatinya untuk mengabdi sebagai guru di Tanah Papua.
Mendengar pertanyaan muridnya itu, Ayub mengaku sangat
tersentuh karena ia melihat betapa besar peran seorang guru di mata anak-anak
didiknya. “Sosok yang inspiratif bagi saya adalah anak-anak. Kami harap
anak-anak di daerah 3T dapat memiliki sarana dan prasarana yang bagus seperti
di daerah lainya sehingga dapat menunjang mimpi mereka meraih cita-cita,” ujar
Ayub.
Ayub adalah alumni program Sarjana Mengajar di Daerah 3T
(SM-3T) yang kini mengajar di SD YPK Pasi Aimando, Biak, Papua. Sekolah
tersebut berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. Tekad Ayub yang besar
untuk membangun pendidikan di Papua didasari keprihatinannya melihat
ketimpangan yang terjadi di sana. Mulai dari kekurangan jumlah tenaga pendidik,
hingga sarana dan prasarana yang tidak memadai. “Itulah alasan saya bertahan di
sana,” ucapnya menanggapi pertanyaan kenapa ia memilih untuk mengajar di daerah
3T.
Ayub menjadi salah satu guru inspiratif yang berkesempatan
untuk berdialog dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem
Makarim dan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Iwan Syahril saat acara
peringatan Hari Guru Nasional 2020 di TVRI, Rabu (25/11/2020).
Ayub mengaku bersyukur masa kecilnya dulu telah mendapatkan
akses pendidikan yang baik. Oleh karena itu ia ingin anak-anak di daerah 3T
merasakan hal yang sama, dapat merasakan esensi bahwa pendidikan untuk semua.
“Saya bersyukur ada di daerah 3T. Saya adalah orang yang kurang memaknai
ijazah, memilih keluar dari zona nyaman dan masuk ke perbatasan,” tuturnya
merendah.
Berkat kesediaannya untuk membantu sesama, Ayub menjadi
sangat diandalkan terutama dalam mengoperasikan perangkat teknologi informasi
di daerahnya. Di tengah rutinitas mengajar, ia masih sempat membantu
administrasi distrik terkait data kependudukan, kegiatan kerohanian, dan
lain-lain. “Saya nggak boleh pergi untuk melamar CPNS. Sampai kepala desa
bilang, sekolah akan tutup kalau sampai saya pergi,” kata Ayub. Ia mengakui,
nilai-nilai toleransi antarindividu sangat kental di daerah pedalaman.
“Semoga jiwa-jiwa ikhlas mengabdi selalu tertanam dalam hati
kita (para guru) untuk sisiwa-siswa agar anak-anak bisa tersenyum hari ini dan
akan tersenyum kepada kita untuk Indonesia di hari esok. Maksimalkan usaha
kita. Lihat hari ini bagaimana mata anak-anak kita. Di mata anak-anak itulah
Indonesia di hari esok,” pesan Ayub.
Hari Guru Nasional kerap diperingati dengan meneladani sosok
guru dan pengabdian mereka sebagai pendidik generasi bangsa. Jutaan guru
Indonesia tersebar di berbagai wilayah Tanah Air untuk membantu menunaikan amanah
Undang-Undang Dasar 1945: mencerdaskan generasi bangsa. Kisah perjuangan
guru-guru yang mengabdi di daerah pedalaman pun menjadi inspirasi dalam
memajukan pendidikan Indonesia, salah satunya adalah Ayub.
Mendengar kisah Ayub, Mendikbud Nadiem Makarim menuturkan,
kisah inspiratif ini membuktikan bahwa guru penggerak akan semakin terpacu
motivasinya ketika dihadapkan pada tantangan yang besar. “Semakin sulit
tantangan, maka semakin terpacu. Mereka tertantang oleh situasi yang lebih
sulit bukan berputus asa, tapi semangat,” ujar Mendikbud.
Di akhir perbincangan, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan
Iwan Syahril juga berpesan agar para guru yang mengajar di daerah3T dapat terus
bersemangat dan saling memotivasi. "Tidak boleh menyerah, berani bermimpi,
untuk anak-anak kita dari Sabang sampai Merauke,” tuturnya. (Denty
Anugrahmawaty/Desliana Maulipaksi)
Sumber : kemdikbud.go.id
Post a Comment for ""Kalau Bapak Mati, Siapa yang Ajar Kita Orang?" "