Pendidikan Akademik
Seperti yang kalian
ketahui, pendidikan akademik adalah perguruan tinggi yang diarahkan terutama
pada penguasan dan pengembangan displin ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
tertentu, yang mencakup sarjana (S1), magister (S2) dan doktoral (S3).
Pendidikan Vokasi
Sedangkan pendidikan
vokasi adalah perguruan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan
tertentu. Program pendidikannya meliputin Diploma: D1/Ahli Pratama, D2/Ahli
Muda, D3/Ahli Madya dan D4/Sarjana Terapan yang adalah setara dengan program
pendidikan akademik strata 1.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi), Wikan
Sakarinto mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus
melakukan upaya untuk memastikan sistem pendidikan mampu mewujudkan sumber daya
manusia yang unggul dengan link and match antara
pendidikan dan pekerjaan. Menurut Wikan, investasi SDM yang unggul adalah
persiapan terbaik menuju Indonesia masa depan.
“Ada dua makna link and match. Pertama, kita start at the end, yaitu memulai dengan apa yang dibutuhkan DUDI. Kedua, ayo
kita lakukan bersama-sama. Ke depannya, industri harus turut mendidik anak-anak
kita,” katanya di Jakarta, Senin (21/12).
Dirjen Wikan mengatakan, lulusan pendidikan vokasi harus
kompeten dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Guna mencapai hal tersebut,
kurikulum harus agile dan adaptif terhadap perubahan dan diperkuat melalui internship. Kebutuhan DUDI yang terus diwujudkan Kemendikbud melalui
Ditjen Vokasi berupa lulusan dengan karakter baik, inisiatif, terampil,
menguasai bahasa asing, serta memiliki soft skills. Menurut Wikan,
pihak DUDI mengaku meski hard skills dibutuhkan,
namun melatih hard skills jauh lebih mudah dibandingkan mengasah karakter dan soft skills lulusan.
Wikan berharap, filosofi pendidikan bukan sekadar muatan yang
mengisi pikiran siswa dengan teori, tetapi juga turut menuntun anak-anak bangsa
dengan gairah belajar yang menyenangkan, sehingga anak mampu mengembangkan diri
secara mandiri dalam dunia dengan teknologi tanpa batas ini. “Soft skillsdan karakternya bagus tercermin dari lulusan yang punya sikap
pembelajar mandiri sepanjang hayat,” tuturnya.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop dan
UKM), Teten Masduki menyadari pentingnya kolaborasi pendidikan vokasi dengan
UKM. Ia mengungkapkan, struktur UKM dari waktu ke waktu tidak menunjukkan
perubahan siginifikan. Ia membandingkan kondisi Indonesia yang kewirausahaannya
masih di level 3,47%, sementara Singapura sudah hampir 9% dan Thailand serta
Malaysia sudah mencapai 5%.
Prasyarat menjadi negara maju menurutnya adalah dengan
menambah kewirausahaan. Kesenjangan yang terjadi, harus disikapi dengan
pendidikan kewirausahaan. Diakui Menkop dan UKM, langkah nyata yang telah
dilakukan pihaknya dengan Kemendikbud yang melibatkan pendidikan tinggi sebagai
inkubator bisnis perlu diapresiasi. Pendirian start up berbasis
teknologi di kampus adalah sebuah lompatan dalam mengembangkan prinsip
kewirausahaan di Indonesia.
“Kemitraan dengan DUDI yang besar ini perlu dirumuskan lebih
detil, karena banyak kemitraan yang bersifat aksi sosial, contohnya industri
baja memberikan pelatihan yang tidak berkaitan dengan bagian rantai pasok (supply chain) industri itu. Misalnya, industri baja melatih pengrajin emping
melinjo. Ini tidak ideal,” ujar Menteri Teten.
Kemitraan yang diinginkan adalah bagaimana UKM menjadi bagian
dari rantai pasok industri besar, sehingga pelatihan-pelatihan yang dilakukan
benar-benar dapat menjembatani proses transfer pengetahuan dan keterampilan,
serta peningkatan kualitas produksi dan desain. Selain itu, produk-produk UKM
juga harus diserap industri nasional. Tercatat, partisipasi UKM dalam rantai
pasok industri besar baru 4,1%.
“Yang mendapat insentif pajak itu seharusnya memang program-program
pengembangan vokasi yang terintegrasi dengan rantai pasok, karena UKM jika
melihat pengalaman Korea Selatan, Jepang, dan Cina, mereka menjadi rantai pasok
industri nasionalnya,” tutup Teten Masduki.
Dalam melakukan transformasi pendidikan vokasi, Kemendikbud
melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) telah mewujudkan
beberapa paket kebijakan, yakni
- 1) kurikulum,
- 2) project based learning,
- 3) mendatangkan tiga guru tamu minimal 50 jam per semester
per prodi,
- 4) praktik kerja industri minimal satu semester,
- 5) sertifikasi kompetensi bagi lulusan dan guru-guru,
- 6) pengajar vokasi rutin dilatih oleh industri yang sesuai,
- 7) riset terapan start from the end dan didasari
kebutuhan riil,
- 8) komitmen serapan lulusan oleh DUDI, dan
- 9) beasiswa ikatan dinas dari DUDI untuk lulusan.
Untuk diketahui, pada 2020 telah dikembangkan 476 SMK Pusat
Keunggulan (Center of Excellence) di 34 provinsi dengan total Rp1,2 triliun, dan ratusan
program link and match lain. Berdasarkan data terakhir di Data Pokok
Pendidikan (Dapodik) terdapat 7.845 bentuk kerja sama antara 2.482 SMK dengan
3.602 perusahaan.
Sumber : kemdikbud.go.id
0 komentar:
Post a Comment