Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan
(Balitbangbuk), menggelar seminar digital bertaraf internasional bertajuk “International Seminar on Curriculum” secara daring, Selasa (15/12).
Kegiatan yang diikuti oleh para guru, kepala sekolah, dan
pemerhati pendidikan di seluruh Indonesia ini membahas pentingnya kurikulum
beradaptasi terhadap situasi nasional dan global yang terus berubah, apalagi di
tengah pandemi yang masih melanda Indonesia dan dunia. Sekretaris Jenderal
Kemendikbud Ainun Na’im pada sambutannya secara virtual menyadari pentingnya
transformasi kurikulum sebagai langkah strategis bangsa menghadapi tantangan
abad 21.
“Pandemi ini memperlihatkan bahwa kurikulum Indonesia harus
berubah agar anak-anak bisa menghadapi tantangan. Karena itulah Kemendikbud
menggagas Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka yang bertujuan membangun
pelajar-pelajar Pancasila dengan karakter beriman, kreatif, kritis,
berkebhinekaan global, dan mampu menghadapi tantangan,” kata Ainun Na`im.
Sesjen Ainun mengatakan, perkembangan teknologi informasi dan
globalisasi tak terelakkan lagi dan menghadirkan tantangan-tantangan baru bagi
umat manusia. Semua negara berpacu untuk meningkatkan kualitas hidup warganya dalam
berbagai aspek, termasuk pendidikan.
Senada dengan itu, Sekretaris Balitbang dan Perbukuan, Suhadi
menyatakan bahwa Indonesia harus dapat mengantisipasi perubahan aktual. Suhadi
berharap, kurikulum di Indonesia dapat mengakomodiasi kebutuhan-kebutuhan
modern. “(seminar ini) dapat menjadi wadah untuk memberikan masukan berharga
agar kurikulum dapat disempurnakan sesuai tuntutan zaman yang ada, dan kita
bisa menciptakan generasi emas yang lebih maju lagi,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Penasehat Program Inovasi (Inovasi
untuk Anak Sekolah Indonesia), Robert mengakui adanya perbedaan dalam sistem
pendidikan kedua negara. Inovasi adalah suatu kegiatan hasil kerja sama
Indonesia dan Australia di bidang pendidikan. Menurut dia, kesamaan Indonesia dan
Australia adalah semangat meningkatkan kesempatan belajar dan mutu pembelajaran
untuk anak-anak. “Dengan persahabatan dan komitmen, semoga kita bisa
meningkatkannya,” kata Robert Randall yang memberi paparan secara digital dari
Sydney, Australia.
Randall menggarisbawahi berbagai hasil riset yang secara
konsisten membuktikan bahwa dari semua faktor yang bisa dikendalikan sekolah,
kualitas pedagogi atau seni dan ilmu mengajar, secara langsung dan secara kuat,
paling berpengaruh terhadap kualitas hasil pembelajaran siswa. “Esensi dan
kualitas pedagogi adalah core business para guru,”
tegasnya.
Lebih lanjut Robert menjelaskan, fleksibilitas dalam
pendidikan harus dipahami dengan hati-hati. “Fleksibilitas ekspektasi kita
terhadap apa yang dipelajari dan dipahami peserta didik harus terbatas.
Ekspektasi kita secara umum harus sama untuk semua peserta didik di manapun
berada. Standar ini sebaiknya tidak bervariasi,” terangnya sambil memberi
pengecualian kepada siswa dengan disabilitas atau kondisi tertentu.
Robert meyakini, jika kurikulum dikembangkan dan
dikonsultasikan dengan baik serta dibuat berdasarkan riset yang valid, maka
seharusnya tidak terdapat fleksibilitas dalam materi ajar dan ekspektasi pada
siswa.
Namun, kata dia, harus ada fleksibilitas di sisi lain, yaitu
bagaimana kurikulum disampaikan, termasuk tentang pertanyaan-pertanyaan dari
guru ke siswa, konteks lingkungan, dan isu-isu yang bisa dieksplorasi siswa.
“Konteks lokal harus bervariasi, fleksibilitas justru sangat
penting, harus ada di sini. Sebab, riset telah membuktikan, jika kita memilih
masalah yang relevan dan bermakna buat siswa, maka mereka bisa belajar dengan
baik dan mengembangkan keterampilan bertanya. Ini sumbangsih positif bagi
pembelajaran,” lanjutnya.
Robert juga menekankan, guru-guru harus mampu mengerahkan
kewenangan profesional mereka untuk memutuskan apa yang akan paling menarik dan
akan menyita perhatian para siswa. Ia mengatakan, ini tantangan untuk guru.
“Kita sedang terjebak dalam volume konten. Kita berhadapan pada ilmu-ilmu yang
kita pelajari di abad lalu dan sekarang kita dihadapkan pada ilmu-ilmu abad 21
juga. Banyak orang bilang, kita pelajari yang abad 21 saja. Menurut saya ini false decision,” Robert mengingatkan.
Sebab, menurutnya, ilmu-ilmu abad 21 tetap membutuhkan
disiplin-disiplin ilmu tradisional. Ia mencontohkan, problem solving. Untuk menjadi pemecah masalah yang baik, maka perlu pemahaman
mendalam tentang disiplin ilmu yang masalahnya ingin dipecahkan. “Mungkin saya
bisa memecahkan masalah matematika dengan baik. Tapi, ini tidak berarti saya
pasti bisa memecahkan masalah di bidang sains. Saya harus punya pemahaman
mendalam tentang sains untuk bisa memecahkan ini,” tuturnya.
Menurut Robert, yang harus segera diatasi adalah sikap mental
para siswa Indonesia, karena survei Program for International
Student Assessment (PISA) 2018 memperlihatkan kecenderungan prihatin.
“Para siswa ditanya: ‘Apakah Anda setuju bahwa kecerdasan
Anda adalah sesuatu yang tidak bisa terlalu Anda ubah?’ Nah, hanya 29% anak Indonesia
yang tidak setuju. Artinya hanya 29% anak Indonesia yang punya growth mindset atau mental pertumbuhan. Mental ini yang harus kita dorong,
agar anak-anak Indonesia bermental terbuka dan punya sikap fleksibel. Karena,
riset juga sudah membuktikan bahwa jika seorang pembelajar percaya mereka bisa
berhasil, mereka cenderung berusaha dan gigih bertahan dalam belajar,” saran
Robert.
Sumber : kemdikbud.go.id
Post a Comment for "Pentingnya Kurikulum Nasional yang Fleksibel di Abad 21"