Hampir satu tahun pembelajaran jarak jauh ( PJJ) dilakukan
guna mencegah penularan Covid-19 di lingkungan sekolah. Meski kesehatan siswa,
guru dan orangtua adalah yang utama, PJJ tak terlepas dari beragam kendala.
Dengan tidak adanya pembelajaran tatap muka, banyak pihak
yang mengkhawatirkan dampak negatif PJJ terlalu lama. Pemerintah sendiri
melihat ada tiga kategori dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh ini.
Meski begitu, ia mengakui ada dampak lain yang muncul
dengan adanya PJJ ini yang bukan berkenaan dengan nilai, melainkan pada
karakter siswa.
Ditambah lagi, sering kali putrinya malas untuk mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru. Sampai dirinya sering mendapatkan teguran dari
wali kelas karena putrinya belum menyerahkan tugas.
“Setelah dapat teguran, baru deh, anak saya mengerjakan
tugasnya. Kadang bertumpuk sampai 4-5 tugas,” cerita Meilin dalam Podcast
Telset yang digelar pada Selasa, 26 Januari 2021.
"Yang bisa kami lakukan hanya coba berkoordinasi
dengan orang tua untuk bisa melakukan pendampingan belajar mulai dari jam 7
sampai jam 11. Boleh orang tua, kakak, saudara atau siapapun saja. Yang penting
ada yang mendampingi sehingga siswa pun dapat mengikuti pelajaran dan memahami
materi," paparnya.
Rifal juga menambahkan bahwa sekitar 60 persen siswa yang
melakukan PJJ tidak fokus, seperti yang dikeluhkan oleh Meilin.
Walau demikian, guru juga terus mencari formula yang tepat
agar siswa bertambah fokus dan maksimal dalam belajar jarak jauh ini.
Head of Academic dari Kelas Pintar Maryam Mursadi
mengatakan dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh atau e-learning ini
tidak bisa dihindari.
“Kondisi sarana dan prasarana yang tidak merata di setiap
daerah, juga menjadi penyebab munculnya dampak negatif tersebut,” ungkap
Maryam.
Menurutnya, guru dan orang tua harus re-orientasi tentang
pembelajaran jarak jauh ini. Guru dan orang tua harus paham bahwa, PJJ ini
tidak sama dengan pembelajaran tatap muka, bahkan sangat berbeda. Ini yang
perlu dipahami.
Untuk mengatasi permasalahan yang muncul karena PJJ, ia
mengatakan, guru dan orangtua bisa menambahkan pembelajaran interaktif seperti
ebook, animasi atau video yang berisikan materi pelajaran, seperti yang
disajikan Kelas Pintar.
“Ini yang kami sebut dengan Scaffolding. Di mana anak
belajar bukan hanya dari 1 sumber saja, dari guru saja, tetapi bisa juga dari
teman, orang tua dan sumber lain-lain,” ujar Maryam.
Untuk mengatasi anak malas, atau tidak termotivasi.
Biasanya anak itu akan termotivasi itu jika ada reward dan punishment.
“Lalu kalau guru, kita nih lagi jaman susah nih, internet
susah, kita maklumin saja. Nah, itu tidak boleh. Ini merupakan bagian dari
pembangunan karakter. Ini pun dapat menjadi motivasi bagi siswa dan membiasakan
siswa untuk belajar secara mandiri,” ujar Maryam menegaskan.
Sedangkan untuk pembangunan karakter siswa, menurut Maryam,
dengan adanya “reward and punishment” bisa membantu masalah tersebut.
“Guru harus cukup tegas memberlakukannya. Cara tersebut
juga dapat memotivasi siswa untuk bisa belajar mandiri. Walaupun, pembangunan
karakter ini tidak dapat serta merta terbentuk, tetapi dapat membentuk karakter
siswa di kemudian hari,” ujar Maryam.
Di Kelas Pintar sendiri, kata dia, untuk pembangunan
karakter ini ada dalam latihan soal atau test. Terutama dalam soal-soal yang
masuk dalam kategori HOTS atau High Order Thinking Skill.
Jadi bukan sekedar soal esai atau pilihan ganda saja.
Tetapi juga studi kasus yang bisa disampaikan guru dalam tugas pada siswa dan
dikerjakan secara berkelompok.
Post a Comment for "Curahan Hati Guru dan Orangtua soal Pembelajaran Jarak Jauh"