Pemerintah
secara resmi menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM) di wilayah Jawa-Bali sejak 11-25 Januari 2021 mendatang untuk menekan
angka penularan virus Corona (Covid-19).
PPKM
sengaja digunakan pemerintah dalam pemaparan kebijakan tersebut ketimbang
menggunakan istilah yang sudah familier sebelumnya dalam memutus rantai
penyebaran Covid-19, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Ketua
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga
Hartarto menegaskan kebijakan PPKM bukanlah karantina wilayah
atau lockdown. Melainkan hanya pembatasan mobilitas warga yang diperketat.
"Kita
tidak melakukan lockdown, kita hanya pembatasan bukan pelarangan dan tentu
ini sudah dipertimbangkan dan dibahas secara mendalam berdasarkan data-data
yang ada dan mengantisipasi lonjakan akibat liburan," kata pria yang juga
Menko Perekonomian itu dalam konferensi pers daring via akun YouTube BNPB,
Kamis (7/1).
Terkesan
sama, namun nyatanya PPKM dan PSBB memiliki sejumlah perbedaan.
Dari
sisi regulasi, PPKM tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
2021 kepada seluruh kepala daerah di Jawa dan Bali. PPKM menyasar pada pembatasan
kegiatan masyarakat secara terbatas berbasis pada kota dan kabupaten. Bukan
secara keseluruhan provinsi, kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali.
Kebijakan
PPKM, inisiatif ada tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat telah menetapkan
kriteria-kriteria tertentu terhadap daerah-daerah untuk melakukan penerapan
PPKM.
Kriteria
itu antara lain, tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional
sebesar 3 persen. Kemudian tingkat kesembuhan di bawah nasional sebesar 82
persen.
Selanjutnya,
kasus aktif harus di bawah kasus aktif nasional sebesar 14 persen, dan
keterisian RS untuk tempat tidur isolasi dan ICU di atas 70 persen. Daerah yang
masuk dalam kriteria itu harus menerapkan kebijakan PPKM.
Sementara
itu, pelaksanaan PPKM terdiri dari beberapa poin, seperti membatasi perkantoran
dengan menerapkan kerja dari rumah (work from home/WFH) sebesar 75 persen dan
kerja di kantor (work from office/WFO) sebesar 25 persen.
Kemudian,
melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara dalam jaringan. Untuk sektor
esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok, tetap dapat beroperasi 100
persen, namun dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan
protokol kesehatan secara lebih ketat.
Kegiatan
restoran makan atau minum di tempat hanya diperbolehkan sebesar 25 persen.
Pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan atau mal sampai dengan
pukul 19.00 WIB.
Selain
itu, pembatasan kapasitas tempat ibadah sebesar 50 persen dengan penerapan
protokol kesehatan secara lebih ketat. Sementara kegiatan konstruksi tetap
diizinkan beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
Pemerintah
telah menetapkan daerah yang dibatasi selama PSBB Jawa Bali yakni DKI Jakarta;
Kota/Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan (Banten).
Kemudian
Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat, Kota Depok,
Kota/Kabupaten Bogor, dan Kota/Kabupaten Bekasi (Jawa Barat); Banyumas Raya,
Semarang Raya, dan Solo Raya (Jawa Tengah); Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten
Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo (DI Yogyakarta).
Selanjutnya
Surabaya Raya dan Malang Raya di Jawa Timur. Kemudian, Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung di Bali.
Langkah
lanjut dari penetapan itu, Pemerintah Pusat pun menginstruksikan masing-masing
kepala daerah untuk membuat peraturan pelaksanaannya di wilayah masing-masing.
"Kepala
daerah diharapkan sudah menyiapkan peraturan daerah, baik itu Pergub atau
Perkada, sejalan dengan instruksi Menteri Dalam negeri yang sudah mengeluarkan.
Dan satu daerah yang sudah mengeluarkan peraturan yaitu Gubernur Bali,"
kata Airlangga kemarin.
Dari
segi penerapan, PPKM itu sebetulnya tak jauh berbeda dengan PSBB.
PSBB
sendiri secara jelas sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2020 yang merujuk ke UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan.
PSBB kali
pertama digunakan di daerah-daerah Indonesia--setelah menjadi metode karantina
kesehatan yang digunakan pemerintah--pada 10 April lalu.
Inisiatif
untuk menerapkan kebijakan PSBB selama ini lebih bersifat bottom-up atau dari
Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat. Pemda bisa mengajukan kebijakan PSBB
kepada Kementerian Kesehatan. Setelah itu, Kemenkes bisa memberikan persetujuan
terkait penerapan PSBB di suatu daerah.
Pelaksanaan
PSBB bersifat lebih ketat karena terdapat beberapa kegiatan yang dibatasi.
Meliputi, peliburan sekolah dan tempat kerja, menghentikan kegiatan keagamaan
di rumah ibadah, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan
kegiatan sosial budaya, hingga pembatasan moda transportasi.
Meskipun
demikian, pembatasan kegiatan-kegiatan dalam PSBB tetap mempertimbangkan
kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja hingga ibadah penduduk.
Menteri
Kesehatan melalui Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 masih menoleransi beberapa
sektor strategis tetap diizinkan untuk beroperasi. Aturan itu menetapkan pasar
ritel modern, (pasar swalayan maupun toko swalayan), apotek, dan tempat makan
(warung makan/rumah makan/restoran), tidak ditutup saat wilayah tertentu saat
PSBB.
Jangka
waktu penerapan PSBB juga dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14
hari. Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat
diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir.
Kapuspen Kemendagri, Benny Irwan menyatakan baik PSBB dan PPKM sejatinya sama-sama bertujuan menekan penyebaran Covid-19 dengan tidak menghentikan total roda ekonomi.
Khusus
untuk PPKM, daerah-daerah yang telah memenuhi salah satu atau lebih kriteria
yang sudah ditetapkan oleh Instruksi Kemendagri untuk segera melakukan PPKM.
"Agar
mengikuti kebijakan yang sudah disampaikan pemerintah," kata Benny
kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/1).
Benny
mengatakan kebijakan PPKM kembali pada kondisi dan kebutuhan peraturan di
tiap-tiap daerah. Tentunya, hal tersebut perlu dibahas atau dikaji secara cepat
dan mendalam oleh masing Pemda terlebih dahulu.
"Selanjutnya,
sebagaimana tertuang pada Inmendagri, jika dipandang perlu, Kepala Daerah dapat
membuat Peraturan Kepala Daerah yang mengatur secara spesifik tentang
pembatasan dimaksud," kata Benny.
Jika
PSBB sudah diatur secara jelas pada Peraturan Pemerintah yang juga turunan
dari UU Kekarantinaan Kesehatan, tak demikian dengan PPKM. Berdasarkan
pengamatan pada UU Kekarantinaan Kesehatan, PSBB ditegaskan dalam
Pasal 1 poin 11.
Di
sana dijelaskan bahwa, 'Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan
kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran
penyakit atau kontaminasi.'
UU
tersebut pun mengatur apa saja yang harus dilakukan meliputi kegiatan PSBB.
Pada undang-undang itu kemudian menegaskan di Pasal 60 bahwa, "Ketentuan
lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina
Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur
dengan Peraturan Pemerintah.'
Sementara
itu, PPKM tak tercantum dalam undang-undang tersebut secara tersurat.
PPKM sejauh ini ada pada Instruksi Mendagri pada diktum kesatu, "Mengatur
pemberlakuan pembatasan kegatan masyarakat yang berppotensi menimbulkan
penularan virus Covid-19."
Kemudian,
pada diktum kedua mengatur hal-hal yang harus diterapkan pemerintah daerah saat
pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat. Diktum ketiga mengatur kriteria
bagi daerah yang harus menerapkan PPKM, serta diktum keempat pelaksanaannya di
Pulau Jawa dan Bali.
Ketua
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo sebelumnya sudah mengingatkan
agar regulasi PPKM antara pemerintah pusat dan daerah tidak bertabrakan atau
berlainan satu sama lain. Doni meminta regulasi yang dibuat nanti juga tak
membuat masyarakat bingung.
Selain
PSBB dan PPKM, sejauh ini sudah ada penggunaan sejumlah istilah yang kemudian
dijadikan akronim dalam upaya pembatasan sosial dalam penanganan Covid-19
di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah PSBB transisi, PSBB ketat, Pembatasan
Sosial Berkala Mikro atau Kecil (PSBM/PSBK), dan Pembatasan Sosial Kampung
Siaga (PSKS).
Sementara
itu, sejak kasus pertama Covid-19 di Indonesia diungkap Presiden RI Joko Widodo
(Jokowi) pada 2 Maret lalu, hingga per 7 Januari 2021 akumulasi paparan positif
telah mencapai 797.723 orang. Dari total kasus tersebut, 659.437 sembuh dan
23.520 meninggal.
Sebagai
catatan, penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia pada 7 Januari lalu
adalah yang tertinggi sejauh ini yakni 9.321 orang. Provinsi DKI Jakarta dan
Jawa Barat jadi penyumbang kasus baru terbanyak.
Merujuk
data Satuan Tugas Covid-19, ada 2.938 kasus positif virus corona baru di DKI
Jakarta. Di Jawa Barat, ada penambahan 1.416 kasus baru.
Daerah dengan penyumbang kasus baru terbanyak adalah Jawa Tengah dengan 998 kasus. Beda tipis dengan Provinsi Jawa Timur dengan 948 kasus baru.
Sumber
: https://www.cnnindonesia.com
Post a Comment for "Habis PSBB Terbitlah PPKM, Apa Bedanya?"